Kamis, 27 November 2008

Bapak Oemartopo Tutup Usia, 72 Tahun

Cerutu dan gergaji. Bulan Maret 2008 Bapak Oemartopo masih mendalang di Pusat Kebudayaan Belanda, Jakarta. “Selama dua jam penuh, berbahasa Inggris,” ujar beliau bersemangat. Saat itu, 19 Agustus 2008, beliau saya temui untuk meminta pendapat beliau sebagai sesepuh Kampung Kajen dan pejuang 1945 terkait renungan HUT Kemerdekaan RI ke 63. Walau mengaku dalam keadaan sakit, ada gangguan syaraf di punggung, beliau lancar dalam bercerita.

Tergoda untuk mengetahui bagaimana humor dalam wayang bisa diterima oleh penonton wayang yang orang Barat, saya telah tanyakan hal itu kepada Pak Oemar. Beliau punya cerita ilustrasi yang menarik. Antara lain tentang sikap “kurang ajar” para punokawan dalam memperlakukan para raksasa. Misalnya ketika Petruk mengelus-elus gigi-gigi para raksasa. “Like a saw,” cetus Petruk. Seperti gergaji. Sementara Gareng ikut menimpali ketika ia justru memegang-megang hidung si Petruk. “Like a cigar.” Seperti cerutu, demikian kata Gareng.

Audiens pun tergelak. Tetapi yang paling lucu mungkin kisah tentang Sengkuni, maha patih yang eksentrik dan licik itu. Konon setelah pasukan kerajaannya menang perang di kerajaan Wirata, dan setelah menempuh jarak ribuan kilometer untuk pulang, ia mengadu ke Resi Durna. Sengkuni mengeluh, “I left my cigarette in Wirata.” Rokok klobot, rokok tradisional milik Sengkuni yang dibungkus dengan kulit buah jagung itu ketinggalan di Wirata. Dan ia sangat menyesalinya.

Dalam obrolan itu saya sempat merekam secara video pendapat beliau mengenai bagaimana warga Kajen, juga anak bangsa, dalam mengisi kemerdekaan. Seperti isi pidato beliau di acara renungan HUT RI ke 62 (2007) yang dilangsungkan di halaman rumah saya, sebagai pejuang beliau sangat geram akan perilaku para koruptor. “Mereka itu yang berpotensi menenggelamkan negeri ini ke jurang kehancuran,” tegas Pak Oemartopo.

Terkait dengan sosok beliau sebagai budayawan, dalang dan etnomusikolog yang mendunia, beliau menceritakan hal yang menarik. Bila bisa sembuh total, beliau akan mengajak saya untuk menemaninya mengikuti acara pertemuan budaya yang diadakan tahunan di Bali, yaitu World Music Workshop in Bali.Beliau juga menyebut nama Dr. Robert E. Brown, direktur kegiatan budaya ini. “Akomodasi akan ditanggung oleh panitia,” tutur beliau. Terima kasih, Pak Oemar.


Selamat jalan, Pak Oemar. Penutur lelucon wayang di atas, kini telah menghadap Sang Khalik Bapak Oemartopo meninggal dunia tanggal 4 November 2008 Jam 01.30 di Rumah Sakit Umum Dr. Muwardi, Solo. Tutup usia mencapai 72 tahun. Jenazah dimakamkan di Pemakaman Umum Kajen Giripurwo, Wonogiri, Rabu, 5 November 2008.

Wonogiri merasa kehilangan salah satu warga terhormat dan duta budayanya yang terbaik. Kabar duka ini pun segera menyebar, dan sejak pagi rumah beliau telah dikunjungi ratusan takziah. Jumlah itu semakin bertambah di siang harinya. Belasan karangan bunga, dari Bupati Wonogiri, fraksi Partai Golkar di DPRD, kalangan pengusaha sampai sekolah, menunjukkan luasnya lingkup pergaulan beliau. Liputan fotonya sebagai berikut :

Photobucket

Wakil keluarga. Tokoh budaya dan Ketua Permadani Wonogiri, Drs. AK Djaelani, didampingi menantu Moch Subhan Kenedi dan putra, Puguh Aldoko Putro, menyambut para takziah. Selaku wakil dari keluarga beliau mengucapkan banyak terima kasih atas empati masyarakat Wonogiri, juga memohonkan maaf bagi semua kesalahan almarhum ketika berinteraksi dengan masyarakat di kala hidupnya.

Ikut memberikan sambutan dan penghiburan bagi yang berduka adalah Camat Wonogiri, Bapak Drs. Sriyono, MM. Sedang pembacaan doa dilaksanakan oleh Bapak Mohammmad Soepandi, BA.

Photobucket

Bendera duka. Bapak H. Oemartopo lahir di Sragen, 3 Desember 1936. Beliau menjabat sebagai guru SPG di Wonogiri sejak tahun 1961 sampai 1990. Mengajar kesenian di Amerika Serikat selama 12 tahun dan di Hongaria, 2 tahun. Dalam daftar riwayat hidup yang dibacakan oleh pambiwara, RMT Ki Lilik Guna Hanata Diprana, disebutkan bahwa jabatan pengabdian beliau yang terakhir adalah Ketua RT 01/RW XI Lingkungan Kajen, Giripurwo, Wonogiri, sampai akhir hayat.

Kajen memang kehilangan tokoh panutan. Rasa kehilangan itu ditunjukkan dengan barisan takziah yang memanjang, mengikuti gerak ambulans yang mengantar almarhum ke peristirahatan terakhir di Pemakaman Umum Kampung Kajen.

Photobucket

Gerbang alam fana. Peti jenasah memasuki gerbang Pemakaman Umum Kampung Kajen. Jasad Bapak H. Oemartopo bersiap beristirahat dalam kedamaian, di sisi Tuhan. Beliau memang telah pergi jauh, sudah tak lagi ada di antara kita di dunia yang fana ini. Yang pasti, kebaikannya, akan abadi dalam kenangan mereka yang beliau tinggalkan. Sebuah pesan singkat ini menarik untuk kita simak dan camkan : Do u know abt d things which live after death? Heart-10 mins, brain-10 mins, eyes-31 mins, legs-4 hrs, skin-5 days, bones-30 days, LOVE – FOREVER.

Photobucket

Kesedihan dan keikhlasan. Kehilangan orang tercinta selalu mengguratkan kesedihan mendalam. Barangkali juga hikmah. Penyair AS, Ezra Pound (1885–1972) melukiskan duka itu, O woe, woe/People are born and die/We also shall be dead pretty soon/Therefore let us act as if we were dead already. Mungkin isi puisi itu sama maknanya dengan ujaran, “carilah kehidupan seperti kau akan hidup selamanya, tetapi carilah pahala seperti esok kau akan mati.”

Keluarga besar Bapak H. Oemartopo nampak memaknai ajaran luhur itu. Kesedihan memang tidak bisa disembunyikan. Termasuk di wajah putrinya yang anggun, Ut Pholowati, yang mudah mengingatkan sosok Ratna Doemilah, peragawati nasional era akhir 70-an. Yang pasti tidak ada isak tangis darinya. Juga dari keluarga lainnya. Karena mereka tahu bahwa suami, ayah dan eyang tercinta mereka kini telah memperoleh tempat yang layak disisiNya.

Photobucket

Doa selalu beliau nantikan. Rabu, 5 November 2008, sekitar jam 15.00 WIB, upacara pemakaman Bapak H. Oemartopo telah berlangsung secara paripurna. Ikut menjadi saksi adalah adik beliau, Bapak Oemarsono, mantan Bupati Wonogiri dan Gubernur Lampung. Dipimpin Bapak Slamet Sadono, para takziah melantunkan doa kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, agar almarhum kini senantiasa damai dan tentram di haribaanNya.

Memang hanya doa kini yang beliau harapkan dari keluarga, untuk mampu menautkan bahwa cinta beliau kepada sesamanya akan senantiasa hidup dalam hari-hari kehidupan kita selanjutnya.

Sementara untuk keluarga besar H. Oemartopo, meliputi Ibu Sunarni, Ibu Sri Suyamti, Ut Pholowati/Moch Subhan Kenedi, Puguh Aldoko Putro/Rita Subekti, Aldoko Dwi Rodo Punggung, serta para cucu yaitu Kentari, Ibel, Rehan, Rara, semoga senantiasa diberi keteguhan iman dalam mengantar Bapak Oemartopo menghadap Sang Khalik.

Selamat jalan Pak Oemar.


(Bambang Haryanto)

kkk

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya sebagai keluarga besar Raden Nganten SastroPrawiro( ayahanda Ki oemartopo ) saya sangat berterima kasih kepada njenengan.. Saya adalah cucu dari Raden Soenaryo (kakak dari ki oemartopo)

Pitutur Luhur Leluhur Jawa mengatakan...

Bapak saya, juga merupakan murid dari Bapak Oemartopo sewaktu di SPG. Belajar mendalang juga dari beliau. Lulus SPG selain menjadi guru juga menjadi dalang. Bapak saya pensiun tahun 2019 lalu di SD jatirejo 2 Girimarto Wonoguri.

Pitutur Luhur Leluhur Jawa mengatakan...

Semoga Pak Oemartopo mendapat balasan surga atas semua ilmu yang diajarkan